Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat populer dan menjadi bagian penting dalam pola makan banyak orang. Baik itu daging sapi, ayam, kambing, maupun ikan, semuanya memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Namun, seiring waktu, banyak mitos seputar konsumsi daging yang berkembang di masyarakat. Sebagian dari mitos tersebut bahkan menyebabkan orang enggan mengonsumsi daging atau salah dalam mengolahnya.
Pada artikel ini, kita akan membahas beberapa mitos umum mengenai daging dan mengungkap fakta di baliknya agar kita bisa mengonsumsi daging dengan lebih bijak dan sehat.
Mitos 1: Daging Merah Selalu Buruk untuk Kesehatan
Salah satu mitos yang paling sering terdengar adalah bahwa daging merah selalu buruk bagi kesehatan. Daging merah, seperti daging sapi dan kambing, kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, kolesterol tinggi, dan kanker.
Namun faktanya, daging merah mengandung zat gizi penting seperti zat besi, zinc, dan vitamin B12. Risiko kesehatan lebih sering muncul ketika daging merah dikonsumsi secara berlebihan atau diolah dengan cara yang tidak sehat, seperti digoreng dengan banyak minyak, dibakar hingga gosong, atau dikombinasikan dengan makanan tinggi lemak jenuh lainnya.
Jika dikonsumsi dalam porsi wajar dan diolah dengan benar, daging merah tetap bisa menjadi bagian dari pola makan sehat.
Mitos 2: Daging Wajib Dimasak Matang Total
Sebagian besar orang meyakini bahwa daging harus dimasak hingga benar-benar matang untuk mencegah risiko bakteri atau parasit. Meskipun prinsip keamanan pangan penting untuk diperhatikan, tidak semua jenis daging harus dimasak hingga sangat matang.
Contohnya, steak daging sapi bisa dinikmati dengan tingkat kematangan medium rare, selama kualitas daging baik dan dimasak dengan suhu yang tepat. Bahkan, dalam beberapa masakan seperti carpaccio atau sashimi, daging disajikan mentah atau setengah matang.
Namun, untuk daging ayam dan babi, aturan memasak hingga matang total memang perlu dipatuhi untuk mencegah risiko infeksi bakteri seperti salmonella atau parasit seperti cacing pita.
Mitos 3: Daging Kambing Pasti Bikin Tekanan Darah Naik
Mitos lain yang umum adalah anggapan bahwa daging kambing menyebabkan tekanan darah tinggi. Banyak orang menghindari daging kambing dengan alasan kesehatan, terutama mereka yang memiliki riwayat hipertensi.
Padahal, kandungan kolesterol dan lemak jenuh dalam daging kambing justru lebih rendah dibandingkan daging sapi dalam beberapa kasus, terutama jika dipilih bagian yang tidak berlemak. Masalahnya sering kali bukan pada dagingnya, melainkan cara pengolahannya yang berlebihan, seperti penggunaan santan, minyak banyak, atau garam tinggi.
Jadi, jika dikonsumsi dalam jumlah yang wajar dan diolah dengan sehat, daging kambing tidak otomatis menyebabkan tekanan darah tinggi.
Mitos 4: Daging Segar Lebih Sehat Dibandingkan Daging Beku
Banyak orang beranggapan bahwa daging beku memiliki kandungan gizi yang lebih rendah dibandingkan daging segar. Akibatnya, mereka menghindari daging beku dan hanya mencari yang baru dipotong.
Faktanya, pembekuan justru menjadi salah satu metode paling efektif untuk menjaga kualitas dan kandungan nutrisi daging. Selama proses pembekuan dilakukan dengan benar dan rantai dingin tidak terputus, kandungan gizinya tetap terjaga. Yang perlu diperhatikan adalah cara mencairkannya. Sebaiknya hindari mencairkan daging terlalu lama pada suhu ruang karena hal ini bisa mempercepat pertumbuhan bakteri berbahaya.
Lebih baik mencairkan daging di dalam kulkas atau menggunakan microwave dengan mode defrost agar tetap aman dikonsumsi.
Mitos 5: Daging Putih Lebih Sehat dari Daging Merah
Daging putih seperti ayam dan ikan kerap dianggap lebih sehat daripada daging merah. Meskipun benar bahwa kandungan lemak jenuh pada daging putih cenderung lebih rendah, bukan berarti daging merah harus sepenuhnya dihindari.
Masing-masing jenis daging memiliki keunggulan gizi tersendiri. Daging ayam mengandung protein tinggi dengan sedikit lemak, sementara daging sapi atau kambing mengandung zat besi dan vitamin B12 yang lebih tinggi. Kuncinya adalah pada porsi, variasi, dan cara memasaknya.
Menggabungkan keduanya dalam pola makan seimbang akan jauh lebih bermanfaat daripada hanya fokus pada salah satu jenis daging.
Mitos 6: Daging Harus Dicuci Sebelum Dimasak
Banyak orang terbiasa mencuci daging sebelum dimasak, baik itu daging ayam maupun sapi. Banyak orang meyakini bahwa mencuci daging dapat membersihkan kuman atau bakteri yang menempel di permukaannya.
Namun menurut para ahli keamanan pangan, mencuci daging justru bisa menyebarkan bakteri ke area sekitar dapur melalui percikan air, seperti ke wastafel, peralatan dapur, atau permukaan meja. Bakteri seperti salmonella tidak bisa dihilangkan hanya dengan mencuci, tetapi akan mati jika dimasak dengan suhu yang tepat.
Jadi, lebih aman langsung memasak daging tanpa mencucinya, dan fokus pada kebersihan alat serta tangan saat menyiapkannya.
Mitos 7: Lemak Daging Harus Selalu Dibuang
Lemak pada daging sering dianggap sebagai musuh bagi kesehatan, sehingga banyak orang mengupayakan untuk membuang seluruh bagian lemak. Padahal, lemak dalam jumlah kecil tetap dibutuhkan tubuh sebagai sumber energi, dan juga berperan dalam memberikan rasa gurih pada masakan.
Jika Anda tidak memiliki masalah kolesterol atau tekanan darah tinggi, konsumsi lemak daging dalam jumlah terbatas masih diperbolehkan. Justru, dalam beberapa resep, kehadiran lemak membuat tekstur daging lebih empuk dan kaya rasa.
Kesimpulan
Banyak mitos seputar daging yang sudah terlanjur dipercaya tanpa ditelaah kembali kebenarannya. Dengan informasi yang tepat, kita bisa mengonsumsi daging secara lebih sehat, bijak, dan tanpa rasa khawatir berlebihan.
Keseimbangan dalam konsumsi, teknik pengolahan yang benar, serta pengetahuan tentang kandungan nutrisi akan membantu kita mendapatkan manfaat maksimal dari daging, tanpa terjebak dalam mitos yang menyesatkan.